Jelas Mengkritik Tetapi Tetapi Kendalikan Intonasi
Bismillah,
Cerita kali ini, bisa dibilang cukup menggelitik hati saya. Lantaran cerita pendek ini, dibilang lucu, ya lucu tetapi juga membuat hati ini sedih. Semua berawal dari sebuah donat. Hahaha…
Jadi ceritanya, pagi tadi, saya membeli donat dan beberapa jajanan lain di pasar dadakan Minggu di dekat rumah kami. Singkat cerita saya sudah pulang, dan memberikan donat itu kepada anak saya. Anak K pun menerima pemberian saya. Kemudian, setelah dia minum obat, anak K mulai makan donatnya. Seperti biasa, anak K cukup lincah. Dia sangat senang bermain-main. Sampai akhirnya si donat dicuekin, ditinggalkan dan baru dimakan setengah potong sampai mungkin ada sekitar 30 menitan.
Beberapa saat kemudian, saya mengingatkan anak K untuk menghabiskan donat yang sudah dimakannya. Maksud saya supaya dia bisa menyelesaikan kegiatan satu per satu. Makan selesai, baru kemudian main dan seterusnya.
“Mas K, donatnya dimakan lagi,” kata saya membuka percakapan.
Anak K pun masih terlihat asyik bermain bersama ayahnya. Bergulat dan bercanda ketawa ketiwi.
“Mas ini donat sudah selesai makannya? Sudah tidak dimakan lagi ya?” tanya saya dengan tetap mempertahankan intonasi kalimat yang ramah.
Lalu anak K menjawab, “Donatnya buat barengan,”
“Owhh, terimakasiiiih, nggak dihabiskan aja sendiri Mas?” ujar saya memperjelas keadaan.
“Nggak, buat barengan aja,” timpal anak K
Oke kalau begitu. Saya memberikan sisa potongan donat tersebut kepadanya.
Lalu anak K menerima donatnya, dan kemudian memakannya. Tetiba, anak K berkata,
“Ini buat Bunda,”
Saya pun menerima potongan donat tersebut, dan dengan santai memakan itu donat.
Beberapa saat kemudian,
“Bund, mana donatnya?” tanya anak K
Deng deng deng…. Saat itu mata saya mengerling memutar-mutar sambil mencari jawaban yang pas.
“Lhaa, sudah pindah semua ke perut Bunda,” ujar saya,
sambil melihat wajah anak K yang mulai ekspresi muram. Di situ saya mulai ingin tertawa, tapi juga menyesal dan sambil bertanya dalam hati, apa iya gara-gara sepotong donat jadi berantem.
Pecahlah suara tangisan anak K, marah dan merasa tidak terima donatnya dimakan.
Ya Allah…apa yang barusan terjadi. Spontan saya berucap,
“Ya maaf, tadi Mas K bilang ini donatnya untuk Bunda, jadi ya Bunda habiskan,” kata saya, mencoba menjelaskan yang terjadi.
Anak K masih marah dan nangis kesal.
Saya pun berusaha menjelaskan sekali lagi tentang yang terjadi. Kemudian berhubung anak K belum mau berhenti menangis, saya pun diam saja, menunggu anak K reda emosinya. Alhamdulillah beberapa saat kemudian dia sudah diam dan membahas hal lain. Kondisi tadi pagi juga dibantu ayah K. Ayah K langsung menawarkan solusi lain untuk beli lagi donatnya. Namun anak K tidak mau.
Para Ibu Pembelajar, apa yang Ibu rasakan saat membaca sepenggal cerita di atas? Saya pribadi, antara sedih dan merasa lucu tapi juga gemas. Masa iya sih gegara sepotong donat kecil, jadi masalah. Hehehe Qodarullah, kami belajar untuk lebih sabar. Poin nya adalah, dalam kondisi apapun, usahakan untuk tidak terpancing amarah. Tetap kendalikan intonasi suara dan berusaha tetap tersenyum. Menurut saya, dengan saya menjelaskan keadaan kepada anak saya, satu atau dua kali sudah cukup memberikan kritik kepada dia. Namun ketika responnya belum berubah, maka saya tidak perlu berlarut-larut untuk menjelaskan. Toh anak sedang emosi. Maka biarkan dia luapkan dahulu emosi sampai dirasa cukup reda. Saya hanya berpasrah kepada Allah, kalau ada hal-hal emosional kecil yang terjadi antara kami. Alhamdulillah, meskin anak nangis sesaat, kemudian keadaan kembali normal. Semoga dapat diambil hikmahnya. Sampai jumpa pada kisah selanjutnya, InsyaAllah. Barakallahu fiikum.
Majenang, 2 Sya’ban 1440H, 07 April 2019
Share with Love
Khoirun Nisaa